Tuesday, January 28, 2014

HAMBATAN PERTUMBUHAN JANIN INTRAUTERIN

PENDAHULUAN

Janin yang tumbuh dan berkembang di dalam rahim ibunya pada suatu waktu akan lahir, tetapi tidak semua janin yang dilahirkan itu mempunyai kondisi yang sama. Hal ini amat bergantung kepada berbagai faktor yang berperan selama janin masih hidup didalam kandungan ibunya antara lain lama umur kehamilan dan kemampuan pertumbuhan yang dapat dicapai saat dia dilahirkan. Dari dahulu diperhatikan ada janin yang lahir sebelum aterm, ada yang aterm dan ada yang post-term. Ada janin yang besar dan ada yang kecil baik yang lahir sebelum aterm maupun yang lahir aterm atau post-term. Bayi aterm normal mempunyai berat badan ketika lahir biasanya bervariasi sekitar 3000 sampai 3500 gram, dan sesuai ketentuan ditetapkan minimal berat badannya waktu lahir 2500 gram. Janin yang lahir sebelum mencapai usia kehamilan genap 37 minggu ditetapkan dan disebut preterm, dan janin yang lahir dengan berat badan dibawah 10 persentil dari rata-rata berat yang semestinya dari bayi normal diklasifikasikan sebagai bayi small for gestational age (Battaglia dan Lubchenco 1967) atau disebut juga bayi dismatur. Menurut  Battaglia & Lubchenco bayi-bayi yang lahir terbagi kedalam tiga kategori menurut berat badan lahir sesuai umur kehamilan yaitu bayi-bayi dengan berat badan lahir wajar menurut umur kehamilan  atau appropriate for gestational age (AGA) jika beratnya berada antara 10 persentil dengan 90 persentil, bayi besar atau large for gestational age (LGA) jika beratnya diatas 90 persentil, dan bayi kecil atau small for gestational age (SGA) jika beratnya dibawah 10 persentil.  Berdasarkan ketentuan ini senantiasa terdapat 10% populasi yang menderita hambatan pertumbuhan intrauterin (HPI). Hal ini sebenarnya tidak sesuai dengan kenyataan karena tidak semua bayi dengan berat badan lahir dibawah 10 persentil mengalami hambatan pertumbuhan intrauterin karena ada kira-kira 25% dari bayi-bayi tersebut memang kecil badannya karena dipengaruhi resam tubuh (faktor konstitusi). Adapun faktor konstitusi yang mempengaruhi berat badan janin adalah ras/suku bangsa, paritas, berat tubuh ibu, tinggi badan ibu, dan ketinggian tempat tinggal diatas permukaan laut. Mereka yang hidup didataran tinggi atau pergunungan melahirkan bayi-bayi yang lebih kecil oleh karena pada tempat-tempat yang tinggi itu kadar oksigen didalam udara lebih rendah dari pada didataran rendah. Oleh sebab itu terdapat ketentuan lain tentang bayi yang mengalami hambatan pertumbuhan intrauterin yaitu jika pada waktu lahir berat badannya dibawah -2 SD dari berat rata-rata bayi normal (Usher dan McLean 1969). Dengan demikian menurut ketentuan ini hanya 3% populasi yang benar-benar mengalami hambatan pertumbuhan intrauterin. Bayi-bayi yang mengalami hambatan pertumbuhan dalam rahim (intrauterine growth retardation atau disingkat IUGR) tak lain adalah juga bayi dismatur. Nama lain yang diberikan kepada bayi yang demikian sesuai patofisiologi kejadian adalah bayi yang mengalami malnutrisi kronik intrauterin (chronic intrauterine malnutrition) sebagai akibat dari plasenta yang terganggu fungsinya (insufisiensi fungsi plasenta). Sering juga disebut bayi small for date (SFD). Sehubungan dengan ini istilah lain yang perlu diketahui adalah apa yang disebut dengan bayi berat lahir rendah (low birth weight baby) yang secara definisi ditetapkan berat badan pada waktu lahir dibawah 2500 gram. Bayi yang BBLR ini perlu klarifikasi apakah bayi tersebut preterm atau dismatur karena etiologi, penanganan dan prognosis keduanya berbeda sebagaimana juga mortalitas dan morbiditasnya berbeda. Tapi perlu juga diketahui tidak semua bayi yang berat lahirnya dibawah 10 persentil mengalami hambatan  pertumbuhan intrauterin karena ada sebagiannya memang berbadan kecil oleh faktor konstitusi/resam1.  Namun ada juga bayi yang walau berat lahirnya diatas 10 persentil tetapi mengalami hambatan pertumbuhan intrauterin misalnya pada postmaturitas. Hambatan pertumbuhan lebih menekankan kepada adanya proses patologis yang melatar belakangi fungsi pertumbuhan, sementara prematuritas menekankan kepada proses patologis yang melatar belakangi fungsi umur kehamilan. Kedua faktor ini yaitu pertumbuhan yang dinilai pada berat badan dan umur kehamilan tidak selalu mudah dapat ditetapkan bahkan kadang-kadang sulit ditetapkan dengan tepat dalam masa kehamilan.

KENDALI  PERTUMBUHAN  JANIN

Pada kehamilan normal janin dan plasenta bertumbuh dengan kecepatan yang tidak sama. Plasenta lebih dahulu meluas dan berkembang  menjadi bangunan tertier dari villi yang luas permukaannya bisa mencapai puncak seluas 11 m2 pada usia kehamilan 37 minggu dan yang berfungsi sebagai alat pertukaran antara fetus dengan ibunya. Perkembangan plasenta ini adalah sebagai respons dari lingkungan yang dipenuhi darah ibu yang mengandung cukup oksigen yang dibawa oleh arteri spiralis kedalam ruang intervillus dan yang membasahi kotiledon-kotiledon (fetal cotyledon). Pada usia kehamilan 37 minggu berat plasenta kurang lebih 500 gram. Setelah 37 minggu sampai kelahiran luas permukaan yang fungsional dari plasenta sedikit berkurang berhubung munculnya infark-infark kecil pada permukaan maternal dari plasenta. Adalah menarik diperhatikan bahwa pada usia kehamilan 37 minggu semua parameter kehamilan mencapai puncaknya seperti volume air ketuban dan kadar hPL (human placental lactogen) dalam serum ibu, hal mana berarti fungsi plasenta juga mencapai puncaknya pada usia kehamilan 37 minggu. Plasenta mengendalikan pertumbuhan janin untuk sebagiannya. Kurva pertumbuhan janin berlangsung terus sepanjang kehamilan seperti terlihat pada kurva pertumbuhan. Dalam beberapa minggu terakhir kehamilan, mulai pada kehamilan 36 minggu ke atas, kecepatan pertambahan berat per minggu mulai melambat (lihat gambar)1.  Janin kemudiannya secara normal mendeposit lemak dalam bentuk palmitat yang beratom C 16 yang berasal dari asetat sebagai hasil metabolisme glukosa. Karena lemak berkalori tinggi (9 kalori per gram) dibandingkan dengan hidrat arang dan protein (masing-masing 4 kalori per gram), penumpukan kalori dalam tubuh janin terus meningkat dengan cepat pada kehamilan normal sampai aterm meskipun terjadi pengurangan penambahan berat tubuh absolut dari janin dalam 4 minggu terakhir. Sebagai akibat dari kegiatan kalori tinggi ini suhu tubuh janin 0,50 C lebih tinggi dari pada suhu tubuh ibu. Panas  yang berlebihan ini oleh darah ibu dikembalikan kepada ibu lagi dan melalui kulit ibu suhu yang berlebihan itu dibuang. Oleh karena itu tidak jarang terdapat ibu menggigil sehabis partus karena kehilangan sebagian dari sumber panasnya.2
Janin membutuhkan banyak unsur mineral dan gizi tetapi disini dibicarakan hanya tiga bentuk utama substrat yang paling penting bagi pertumbuhannya. Pertama, janin menerima glukosa yang melewati plasenta secara bebas dari darah ibunya melalui proses difusi yang dipercepat (facilitated diffusion). Dalam keadaan biasa, kadar glukosa darah janin dan darah ibu hampir sama, dengan kadar glukosa darah janin 80% dari pada kadar glukosa darah ibu. Kenaikan glukosa darah ibu diatas kadar dalam keadaan puasa (fasting glucose level) meningkatkan perbedaan kadar glukosa antara keduanya disebabkan adanya mekanisme transfer perantara (coupling mechanism of transportation) pada membran dari plasenta sebagai pembatas antara darah ibu dengan darah janin. Kedua adalah asam-asam amino. Semua asam amino ditransfer secara aktiv kepada janin sehingga kadarnya di dalam tubuh janin lebih tinggi dari pada di dalam darah ibu. Transportasi aktiv ini berlangsung atas kendali kadar adenosin monofosfat dari sinsisiotrofoblast. Ketiga, oksigen berpindah dari darah ibu melewati plasenta masuk kedalam darah janin secara difusi biasa (simple diffusion).  Transportasi oksigen ini bergantung kepada kecepatan pengaliran darah melalui uterus dan plasenta dan perbedaan konsentrasi.
Didalam uterus glukosa dibakar oleh oksigen untuk menghasilkan energi yang berada dalam bentuk adenosin trifosfat dan energi tersebut diperlukan untuk merobah asam-asam amino menjadi protein-protein. Protein-protein tersebut dipergunakan untuk pertumbuhan janin. Kecepatan pertumbuhan janin dikendalikan bukan saja oleh transportasi substrat-substrat tersebut dari ibu melalui plasenta tetapi juga oleh hormon-hormon janin seperti insulin, faktor-faktor pertumbuhan yang menyerupai insulin (insulin-like growth factors = ILGF), dan protein-protein pengikat ILGF. Leptins janin juga ikut terlibat.  Hormon pertumbuhan dari hipofisis janin kelihatannya tidak diperlukan di dalam pertumbuhannya hal mana terlihat pada keadaan kekurangan hormon pertumbuhan kongenita (misalnya pada ateliotic sexual dwarfs)  yang pada waktu lahir berat badannya normal. Kelebihan substrat dan faktor-faktor pertumbuhan melahirkan anak besar (macrosomia), sebaliknya kekurangannya akan menyebabkan hambatan pertumbuhan intrauterin yang melahirkan bayi SGA.2

PENYEBAB HAMBATAN PERTUMBUHAN JANIN

Kendali pertumbuhan janin tergantung kepada 1) kecukupan substrat yang terdapat dalam darah ibu, 2) kecukupan pengaliran darah uterus yang sampai kedalam ruang intervillus, 3) adanya plasenta yang normal perkembangannya disertai struktur villus tertier yang mempunyai luas permukaan pertukaran yang mencukupi, dan 4) janin yang normal perkembangannya dan yang dapat berfungsi normal sehingga mampu mempergunakan semua substrat untuk perkembangannya. Kerusakan pertumbuhan janin oleh karenanya bisa disebabkan oleh kelainan-kelainan yang terletak pada salah satu atau lebih dari semua pihak utama diatas yaitu pihak ibu, pihak plasenta, atau pihak janin sendiri.3 Faktor penyebab para pihak tersebut berbeda dalam frekuensi dan  dalam potensinya dalam  mendatangkan kerusakan pada janin. Jadinya, sekalipun penyebab dari pihak ibu lebih sering seperti keadaan gizi yang tidak baik jarang sekali berakibat buruk selain hambatan pertumbuhan badan semata. Penyebab dipihak plasenta dan janin jarang namun memberi kontribusi yang nyata pada morbiditas dan mortalitas bayi. Karenanya penting sekali menetapkan penyebab hambatan pertumbuhan intrauterin sebab berkaitan dengan penetapan tingkat keprihatinan serta perawatan dan pengobatan yang diperlukan2.
Kelainan di pihak maternal
Tiga jenis substrat utama diperlukan bagi pertumbuhan janin yaitu oksigen, glukosa, dan asam amino. Oksigen yang cukup bergantung kepada fungsi sistem kardiorespirasi dan  massa eritrosit yang berfungsi dalam transportasi oksigen. Berhubung oksigen melewati membran pemisah di plasenta dengan cara difusi biasa maka jumlah oksigen yang diangkut kepada janin dikendalikan oleh jumlah oksigen yang terdapat di dalam darah ibu dan kecepatan pengaliran darah di dalam ruang intervillus. Hipoksia ibu yang ringan saja bila berlangsung berlama-lama bisa merusak pertumbuhan janin secara dramatis. Biasanya hipoksi terjadi bila ada penyakit pada ibu  yang bisa memperburuk oksigenasi darahnya misalnya penyakit paru-paru kronis seperti asthma bronchiale, penyakit jantung sianotik, anemia kronik yang berat yang menurunkan kapasitas pengangkutan oksigen.
Glukosa melewati membran plasenta dengan cara difusi yang dipercepat dimana diperlukan perantara yang mengikat dan melepaskan kembali (coupling agent) glukosa. Asam-asam amino diangkut secara aktiv dari ibu kepada janin sehingga kadarnya di dalam janin lebih tinggi. Adapun penentu kadar substrat di dalam darah ibu antara lain adalah status gizi wanita pada waktu terjadi konsepsi, makanan harian selama masa hamil, dan penyakit saluran pencernaan yang mempengaruhi absorbsi makanan atau penggunaan substrat.
Wanita kurus cenderung melahirkan bayi kecil, sebaliknya wanita gemuk cenderung melahirkan bayi besar. Agar nasib bayi baru lahir menjadi baik, ibu yang kurus memerlukan kenaikan berat badan yang lebih banyak dari pada ibu-ibu yang gemuk dalam masa kehamilan. Faktor terpenting pemasukan makanan adalah lebih utama pada jumlah kalori yang dikonsumsi setiap hari dari pada komposisi dari kalori. Dalam masa hamil wanita yang keadaan gizinya baik perlu mengkonsumsi 300 kalori lebih banyak dari pada sebelum hamil setiap hari. Penambahan berat badan yang kurang di dalam masa hamil menyebabkan kelahiran bayi dengan berat badan yang rendah. Wanita pemakai obat-obat terlarang seperti kokain, seringkali menghabiskan jauh lebih banyak uangnya kepada membeli obat-obat itu dan hanya sedikit untuk membeli makanan. Mereka ini biasanya melahirkan bayi-bayi kecil yang mengalami hambatan pertumbuhan. Kecukupan kalori yang masuk dan absorbsi makanan yang baik pada saluran pencernaan selama masa hamil tentunya akan menambah berat badannya sebanyak 25 sampai 35 pound (11,4 sampai 15,9 kg) dalam kehamilan pada rata-rata wanita 2,3
Sebagian wanita disebabkan mengalami gangguan absorbsi makanan cenderung melahirkan bayi kecil sekalipun pemasukan kalorinya meningkat. Pasien-pasien yang demikian dapat ditegakkan diagnosanya bila memperlihatkan kurva glukosa yang rata. Penyakit-penyakit gastrointestinal dan pembedahan bypass pada saluran gastrointestinal  atau pembedahan reseksi pada ibu juga mengganggu resobsi dan menyebabkan bayi kecil.
Kebiasaan merokok terlebih dalam masa kehamilan akan melahirkan bayi yang lebih kecil sebesar 200 sampai 300 gram pada waktu lahir. Kekurangan berat badan lahir ini disebabkan oleh dua faktor yaitu 1) wanita perokok cenderung makan sedikit karena itu ibu akan kekurangan substrat di dalam darahnya yang bisa dipergunakan oleh janin, 2) merokok menyebabkan pelepasan epinefrin dan nor-epinefrin yang menyebabkan vasokonstriksi yang berkepanjangan sehingga terjadi pengurangan jumlah pengaliran darah kedalam uterus dan yang sampai kedalam ruang intervillus. Bila merokok dihentikan berat badan janin akan naik kembali karena fenomena tadi bersifat reversibel2. Merokok kurang dari satu bungkus sehari akan menyebabkan kelahiran bayi dengan berat badan dibawah 2500 gram 53% lebih banyak, dan jika lebih dari satu bungkus sehari kelahiran yang demikian meningkat menjadi 150% lebih banyak dibandingkan tanpa merokok. Pada penelitian berkurangnya berat badan janin pada perokok bergantung kepada dosis tetapi terbebas oleh faktor-faktor lain yang berpotensi menghambat pertumbuhan janin.4 Konsumsi alkohol yang berlebihan terutama bir berakibat buruk pada perkembangan janin (fetal alcohol syndrome).5 Wanita peminum berat akan menyebabkan hambatan pertumbuhan intrauterin serta mikrosefali dan macam-macam malformasi (pengaruh teratogenik) pada janin serta kelahiran preterm. Pada salah satu laporan dikatakan terdapat kematian perinatal 17%,  defisiensi mental sedang 44%, dan kelainan bentuk atau malformasi janin 32%.4  Pada kelompok janin yang menderita sindroma alkohol disamping menderita hambatan pertumbuhan intrauterin yang berlanjut kemasa pasca kelahiran dan retardasi mental juga bisa terjadi berbagai anomali seperti bentuk wajah yang berobah (dysmorphic facies) pada mana dahi lebih rendah, celah palpebra sempit, bagian batang hidung diantara kedua mata lebar (broad nasal bridge), hidung menjungkit keatas, bibir tipis atau kecil dan anomali pada telinga. Anomali besar misalnya mikrosefali, sumbing bibir dan palatum, anggota gerak mengalami pemendekan (limb reduction anomalies), dan malformasi-malformasi pada mata, jantung (yang paling sering atrial septal defect), ginjal, dan organ-organ visera lain.5

Kelainan dipihak plasenta
Sindroma insufisiensi fungsi plasenta6  umumnya berkaitan erat dengan aspek morfologi dari plasenta7.  Pengertian dasar dari sindroma insufisiensi plasenta menunjukkan adanya satu kondisi kegawatan janin yang bisa nyata selagi masih dalam masa kehamilan (insufisiensi kronik) atau dalam masa persalinan (insufisiensi akut) sebagai akibat gangguan pada fungsi plasenta. Dipandang dari sudut kepentingan janin sebuah plasenta mempunyai fungsi-fungsi 1) respirasi, 2) nutrisi, 3) ekskresi, 4) sebagai liver sementara (transient fetal liver), 5) endokrin, dan 6) sebagai gudang penyimpan dan pengatur fungsi metabolisme. Dalam klinis fungsi ganda ini tidak dapat dipisah-pisahkan dengan nyata, yang dapat dikenal hanyalah tanda-tanda kegagalan keseluruhannya yang bisa nyata selagi dalam masa hamil dan menyebabkan hambatan pertumbuhan intrauterin atau kematian intrauterin, atau menjadi nyata dalam waktu persalinan dengan timbulnya gawat janin atau hipoksia janin dengan segala akibatnya6.  Tapi perlu pula diketahui bahwa tidak semua kelainan morfologi baik makro atau mikro dari plasenta disertai gangguan fungsi plasenta, seperti halnya juga bukan berarti tidak ada gangguan fungsi plasenta pada keadaan morfologi yang kelihatan normal.. Fungsi plasenta yang kompleks bisa terganggu oleh atau mengakibatkan terjadinya perobahan morfologi dari plasenta. Dalam usianya yang terbatas fungsi plasenta dapat dipersepsikan dari sudut kebutuhan janin, fungsi metabolisme beralih dari plasenta kepada janin sesuai kematangan organ-organ tubuh janin. Akibatnya homeostasis janin bisa terganggu atau tidak terganggu bergantung kepada cadangan fungsi yang tersisa pada plasenta. Bila tidak ada lagi kompensasi dari plasenta maka nasib janin pada akhirnya akan berbahaya (lihat gambar).7
Perkembangan membran plasenta dan luas permukaannya adalah penting sekali bagi pengangkutan substrat dari ibu kepada janin.Pembentukan kotiledon adalah sebagai respon dari darah arteri dari arteria spiralis. Setiap arteria spiralis menyemburkan darah ke dalam batang kotiledon primer dimana pertukaran pada villus tertier terjadi. Plasenta yang normal mencapai luas permukaan maksimum seluas 11 m2 pada usia kehamilan 37 minggu, yang juga adalah merupakan waktu puncak bagi banyak fungsi lain dari plasenta. Keadaan yang paling umum terjadi yang mengurangi luas permukaan plasenta adalah penyakit vaskuler kronik pada ibu sebagai akibat dari hipertensi kroniknya. Penyakit-penyakit lain pada ibu yang juga dapat merusak pembuluh darah arteria spiralis adalah diabetes mellitus, lupus eritematosus, pielonefritis kronik, glumerulonefritis, dan arteriosklerosis. Hipertensi karena kehamilan dan pre-eklampsia juga bisa menyebabkan gangguan pada sistem vaskuler. Oleh karena hipertensi akut dalam kehamilan  biasanya muncul setelah plasenta mencapai perkembangannya yang penuh, pengaruhnya kepada pertumbuhan janin sangat minim. Sebuah contoh klasik tentang hubungan luas permukaan fungsional dari plasenta dengan berat badan janin terlihat pada kasus kembar dizigotik yang satu neonatus beratnya 1824 gram dan yang lain beratnya 3150 gram. Plasenta dari bayi yang kecil mempunyai luas permukaan hanya 1/4 dari total luas permukaan seluruh plasenta. Pelepasan plasenta pada pinggir-pinggirnya dalam kehamilan muda disertai perdarahan  dan pembentukan parut disana (placenta circumvallata) bisa membatasi pertumbuhan janin dan menyebabkan hambatan pertumbuhan interuterin. Implantasi plasenta pada daerah serviks bisa menyebabkan pertumbuhan plasenta terbatas. Plasenta yang mempunyai banyak infark kecil-kecil kehilangan luas permukaan untuk pertukaran dan merusak pengangkutan substrat yang mencukupi kepada janin. Solusio plasenta yang kronik mengurangi luas permukaaan fungsionalnya dan dengan demikian juga dapat menyebabkan hambatan pertumbuhan interuterin pada janin.

Kelainan dipihak fetus
Janin harus dalam keadaan berkemampuan mempergunakan substrat yang diterimanya melewati plasenta. Kemampuan ini membutuhkan adanya sistem kardiovaskuler yang berfungsi normal, kecukupan faktor pertumbuhan seperti insulin dan somatomedin yang beredar, dan jaringan tubuh janin yang normal yang mampu bertumbuh. Bilamana janin gagal menerima atau mempergunakan substrat, janin akan mengurangi kecepatan pertumbuhan organ-organnya secara selektiv. Organ-organ pertama yang akan berkurang pertumbuhannya adalah organ-organ penyimpan  seperti hati dan otot, sedangkan yang terakhir berkurang ukurannya adalah sistem susunan syaraf pusat. Fenomena perlindungan terhadap sistem susunan syaraf pusat ini dikenal dengan sebutan “brain sparing effect”. Pengaruh perlindungan yang selektiv ini pada gilirannya akan menyebabkan dua macam hambatan pertumbuhan pada janin yaitu hambatan pertumbuhan yang asimetri dan yang simetri. Pada janin yang mengalami hambatan pertumbuhan asimetri akan memperlihatkan kepala besar dan tubuh kecil, sebaliknya pada yang mengalami hambatan pertumbuhan simetri akan memperlihatkan ukuran kepala dan tubuh yang sama-sama lebih kecil dan proporsional. Hal ini bergantung kepada waktu kapan mulai dan berapa lamanya pengaruh yang menghambat pertumbuhan itu berlangsung.  Hambatan pertumbuhan simetri biasanya sebagai akibat buruk yang terjadi dalam trimester pertama atau kedua kehamilan pada waktu mana proses hiperplasia dari sel-sel masih sedang berlangsung. Hiperplasia yang terganggu mengurangi jumlah sel tubuh janin dan dengan demikian  ukuran tubuh janin berkurang atau janin bertubuh lebih kecil dari pada semestinya. Faktor dipihak janin yang paling sering menyebabkan hambatan pertumbuhan simetri  adalah kelainan kongenita seperti trisomi 13, trisomi 18 dan trisomi 21 (sindroma Down) yang dapat mengakibatkan hambatan pertumbuhan simetri yang berat pada janin sendiri disertai berbagai anomali kongenita yang multipel serta harapan hidup yang pendek1.  Hambatan pertumbuhan yang asimetri biasanya sebagai akibat buruk yang terjadi dalam bagian terakhir dari masa kehamilan yang menghambat hipertrofi sel-sel. Janin mempunyai jumlah sel yang normal tetapi setiap sel berukuran lebih kecil dari pada yang diharapkan kecuali sel-sel otak.







Faktor-faktor yang melatar belakangi/penyebab hambatan pertumbuhan intrauterin
Pihak ibu
Pihak plasenta
Pihak janin
Penyakit paru-paru kronik
Penyakit jantung sianotik
Anemia berat
Sindroma malnutrisi
Konsumsi kalori rendah
Malabsorbsi
Bedah bypass gastrointestin
Merokok
Alkohol
Kecanduan narkoba
Penyakit-penyakit vaskuler kronik
Plasenta kecil (hipertensi)
Placenta circumvallata
Lokasi implantasi abnormal
Infark
Solusio plasenta
Insufisiensi plasenta oleh sebab-sebab yang lain
Anomali kongenita
Trisomi (13, 18, 21)
Infeksi intrauterin
AIDS
TORCH

Infeksi intrauterin adalah penyebab lain dari hambatan pertumbuhan intrauterin. Banyak tipenya seperti pada infeksi oleh TORCH (toxoplasmosis, rubella, cytomegalovirus, dan herpes simplex) yang bisa menyebabkan hambatan pertumbuhan intrauterin sampai 30% dari kejadian. Infeksi AIDS pada ibu hamil menurut laporan bisa mengurangi berat badan lahir bayi sampai 500 gram dibandingkan dengan bayi-bayi yang lahir sebelum terkena infeksi itu. Diperkirakan infeksi intrauterin meninggikan kecepatan metabolisme pada janin tanpa kompensasi peningkatan transportasi substrat oleh plasenta sehingga pertumbuhan janin menjadi subnormal atau dismatur.

KOMPLIKASI PADA FETUS/ NEONATUS

Fetus dan neonatus bertumbuh lebih kecil dan memperoleh berat badan yang lebih rendah dari pada semestinya sesuai usia kehamilan  yang sering disebut juga dengan istilah small for date atau small for gestational age (SGA). Bayi-bayi SGA ini ada yang kepalanya berukuran lebih normal tapi tubuh berukuran lebih kecil (bentuk asimetri), tapi ada juga yang kepala dan tubuhnya sama-sama berukuran lebih kecil secara proporsional (bentuk simetri). Kecuali yang berlatar-belakang konstitusi, bentuk simetri mempunyai prognosa yang lebih buruk karena proses patologik yang menghambat pertumbuhannya telah berlangsung cukup lama sejak trimester pertama dan sempat mempengaruhi perkembangan otak janin misalnya pada macam-macam trisomi dan  infeksi TORCH/AIDS.
Karena perkembangan plasenta juga ikut terpengaruh yang secara anatomi menjadi lebih kecil dan secara fisiologi fungsinya menjadi insufisien maka cadangan respirasi atau oksigennya menjadi berkurang sekali. Sampel darah dari tali pusat yang diperoleh sebelum kelahiran melalui kordosentesis seringkali menunjukkan telah terjadi hipoksia bahkan kadang-kadang telah terjadi asidosis pada janin. Kadar eritropoietin darah tali pusat meningkat yang menandakan pada janin telah terjadi hipoksia kronik.  Janin-janin yang begini tidak mampu lagi mentolerir kekurangan oksigen yang terjadi oleh  kontraksi rahim (his). Bila dilakukan oxytocin challenge test atau contraction stress test biasanya akan terlihat deselerasi lambat pada 30% dari janin, dan 50% menderita hipoksi intrauterin pada waktu dalam persalinan karena kontraksi rahim yang lebih kuat. Hipoksia janin kadang-kadang cukup berat sehingga tonus sfingter ani eksternus janin melemah dan mekonium bisa terlepas kedalam ruang amnion dan bercampur dengan cairan ketuban. Makin berat hipoksia makin lemah tonus sfingter ani makin banyak mekonium yang terlepas dan makin banyak pula yang terhisap oleh janin kedalam paru-parunya hal mana bisa menyebabkan kesukaran pernapasan setelah lahir (sindroma aspirasi mekonium). Sering juga terdapat oligohidramnion pada kehamilan dengan hambatan pertumbuhan intrauterin. Oleh karena cadangan oksigen yang tipis dan volume cairan ketuban yang sedikit, banyak janin yang begini memperlihatkan deselerasi variabel pada rekaman kardiotokograf pada uji tanpa beban. Ini berarti telah terjadi kompresi pada tali pusat. Gerakan janin pada keadaan oligohidramnion bisa menyebabkan tali pusat terjepit dengan kuat sehingga dengan cepat bisa menyebabkan kematian janin intrauterin.
Pada mulanya fetus melakukan kompensasi terhadap kekurangan penyaluran oksigen oleh plasenta dengan cara mengembangkan polisitemia yang nyata sebagai respons terhadap eritropoetin yang tinggi (sindroma hiperviskositas) dengan hematokrit yang lebih besar dari 65%. Kemudian setelah kelahirannya bayi akan mengalami problema trombosis multiorgan, gagal jantung, dan hiperbilirubinemia.
Karena cadangan lemaknya sedikit kebanyakan bayi yang baru lahir akan menderita hipoglikemia karena tidak bisa memperoleh glukosa dari glikogen dan asam lemak bebas untuk metabolismenya, bahkan janin mengkonsumsi semua glukosanya untuk kebutuhan energi neonatus sendiri.
Hal-hal lain yang bisa diderita fetus/neonatus misalnya adalah berbagai malformasi, tanda-tanda infeksi intrauteri, dan gejala-gejala putus obat; semuanya tergantung kepada sebab yang mendatangkan hambatan pada pertumbuhannya seperti trisomi, infeksi TORCH dalam kehamilan, dan kecanduan narkoba, dsb.
Oleh sebab itu tidaklah mengherankan jika mortalitas perinatal pada kehamilan dengan hambatan pertumbuhan janin intrauterin sangat tinggi dan tergantung beratnya derita janin. Kematian perinatal bisa mencapai 6 sampai 8 kali lipat dari pada kehamilan normal. Jelas bahwa kehamilan yang demikian adalah suatu bentuk kehamilan risiko tinggi yang memerlukan penanganan khusus dan serius.
Bagaimana dengan nasib bayi yang bisa hidup ?
Menurut banyak penyelidikan yang telah dilakukan secara longitudinal diperoleh beberapa data. Dalam 10 tahun pertama kehidupannya anak-anak yang terlahir dengan hambatan pertumbuhan intrauterin tubuhnya tetap kecil dibandingkan dengan kelompok kontrol. Tubuhnya lebih kurus dan lebih pendek, dan lingkaran organ-organnya seperti lingkaran dada dan kepala semuanya lebih kecil. Pada evaluasi neurologi juga ternyata mereka memiliki inteligensia yang lebih rendah. Disekolah mereka tertinggal karena ketidak-mampuannya dalam berkonsentrasi terutama yang menuntut perhatian yang serius. Pelajaran membaca dan matematika mengalami defisit. Demikian juga bayi-bayi kembar yang mengalami hambatan pertumbuhan intrauterin mengalami inteligensia yang berkurang dibandingkan dengan saudara kembarnya yang normal.2

DIAGNOSIS

Pengukuran tinggi fundus uteri
Untuk menegakkan diagnosis dari hambatan pertumbuhan janin intrauterin pada mulanya cukup dimulai dengan pemeriksaan biasa yang murah baru kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan yang lebih rumit guna menguatkan atau meniadakan diagnosis tersebut. Yang paling penting pemeriksa harus waspada kepada golongan wanita hamil yang berisiko tinggi terhadap hambatan pertumbuhan  intrauterin. Palpasi tinggi fundus uteri menurut Leopold sejak dulu dipergunakan untuk menentukan usia kehamilan yang biasanya disesuaikan dengan hari pertama haid terakhir. Sayangnya cara ini terlalu kasar untuk dapat menetapkan adanya hambatan pertumbuhan janin intrauterin kecuali pada keadaan yang berat pada mana tinggi fundus nyata lebih rendah dari semestinya. Pengukuran tinggi fundus dengan memakai pita meter lebih baik karena bisa menghilangkan faktor subjektiv pemeriksa dari metoda Leopold. Pita pengukur ditempatkan diatas simfisis kemudian diletakkan ditengah-tengah pada dinding perut ibu menuju fundus lalu dibaca panjangnya dalam cm. Setiap kali melakukan pengukuran hasilnya ditulis pada kurva normal/standart yang telah diciptakan berdasarkan pengukuran pada kehamilan yang tidak mengalami hambatan pertumbuhan intrauterin (lihat gambar 44-1 hal.646 Eden).3  Prediksi adanya hambatan pertumbuhan intrauterin dapat dikenal jika hasil-hasil pengukuran berada dibawah garis 10 persentil dari kurva normal. Menurut penelitian diketahui tinggi fundus uteri berkorelasi baik dengan pertumbuhan janin. Untuk mengurangi kesalahan, pemeriksaan tinggi fundus uteri dengan pita harus dilakukan pada keadaan kandung kemih yang kosong. Kandung kemih yang berisi akan menambah panjang pengukuran sebanyak 2 sampai 3 cm.  Kekeliruan hasil pengukuran bisa juga terjadi pada kehamilan ganda, hidramnion, letak lintang, turunnya kepala kedalam jalan lahir, hamil pada uterus yang bermiom, obesitas pada ibu, disamping kurang tepat meletakkan pita dsb. Bila kurva tinggi fundus uteri dari wanita hamil itu 2 cm dibawah tinggi yang seharusnya hal ini menunjukkan kecenderungan adanya hambatan pertumbuhan intrauterin dan oleh karenanya perlu dikonfirmasi dengan pemeriksaan lain seperti dibawah ini.

Pemeriksaan dengan ultrasonografi
Bila terduga telah ada hambatan pertumbuhan janin misalnya karena pada kehamilan itu terdapat faktor-faktor risiko seperti hipertensi, pertambahan berat badan ibu hamil tidak mencukupi, atau tinggi fundus uteri jauh tertinggal, atau ibu hamil dengan diabetes mellitus dengan komplikasi vaskuler, pemeriksaan lanjutan dengan uji yang lebih sensitiv perlu dilakukan untuk konfirmasi. Telah diketahui ada korelasi yang baik antara pengukuran tinggi fundus uteri dengan beberapa antropometri janin seperti diameter biparital (DBP)  atau lingkaran perut (LP) janin (r = 0,8). Pemeriksaan dengan ultrasound real-time akan bisa membedakan hambatan pertumbuhan interuterin asimetri dengan hambatan pertumbuhan intrauterin simetri, selain dari itu dapat pula mengukur berat janin, gangguan pertumbuhan kepala (otak), kelainan kongenita, dan oligohidramnion. Jika usia kehamilan dapat diketahui dengan pasti, maka beberapa antropometri janin seperi DBP, lingkaran kepala (LK), panjang femur, dan LP akan dapat memberikan kontribusi menguatkan diagnosis hambatan pertumbuhan intrauterin dan menetapkan beratnya atau tingkat gangguan pertumbuhan.3  DBP kepala janin baik sekali sebagai alat bantu menetapkan usia kehamilan dalam trimester kedua karena kesalahannya relativ sangat kecil pada waktu ini, dan terdapat korelasi yang dekat sekali antara DBP dengan usia kehamilan. Kesalahan pengukuran 5 mm hanya sesuai dengan beda 1 minggu pertumbuhan saja. Sayangnya korelasi DBP dengan usia kehamilan makin berkurang pada usia kehamilan yang lebih lanjut, semakin tua usia kehamilan semakin kurang tepat usia kehamilan bila diukur pada DBP. Pada pasien yang terduga mengalami hambatan pertumbuhan intrauterin, pengukuran kepala janin harus telah dimulai pada usia kehamilan 16 sampai 20 minggu. Karena standart error pengukuran DBP sekitar 2 mm dan pertumbuhan DBP sekitar 1,5 mm per minggu dalam trimester terakhir, maka pengukuran DBP serial dalam trimester ketiga tidak dapat memberi kontribusi yang cukup baik untuk memantau hambatan pertumbuhan intrauterin, terlebih hambatan pertumbuhan kepala relativ baru terjadi belakangan sekali (karena fenomena brain sparing effect) pada sindroma insufisiensi plasenta.8 Sesuai dengan ketentuan DBP diukur pada bagian poros terluas dari tengkorak. Bagian ini terletak pada level talamus dan ventrikel ketiga dari otak janin dimana terdapat septum pellucidum.8 Untuk maksud mendiagnosis hambatan pertumbuhan intrauterin lebih baik dipergunakan perbandingan ukuran (ratio) antara LK dengan LP yang sekaligus dapat membedakan hambatan pertumbuhan intrauterin asimetri dengan hambatan pertumbuhan intrauterin simetri. Ratio LK/LP bertambah kecil semakin tua umur kehamilan. Pada usia kehamilan sampai dengan 32 minggu LK > LP, pada usia kehamilan antara 32 minggu sampai 36 minggu ukuran keduanya lebih kurang sebanding (LK = LP), dan setelah kehamilan berusia 36 minggu keatas LK < LP. Jadi pada hambatan pertumbuhan intrauterin asimetri terdapat ratio LK/LP lebih besar dari pada yang seharusnya menurut usia kehamilan. Pada masa permulaan dari hambatan pertumbuhan intrauterin asimetri, pertumbuhan otak berlangsung relativ normal sehingga DBP bisa mencerminkan usia kehamilan. Sekalipun LP dapat dipakai untuk menentukan berat janin, ratio LK/LP berguna untuk menetapkan beratnya hambatan pertumbuhan intrauterin yang telah terjadi. Bila diagnosis hambatan pertumbuhan intrauterin telah ditegakkan, maka pengukuran DBP akan menolong memonitor pertumbuhan otak janin dan mencegah disfungsi Susunan Syaraf Pusat yang terjadi bilamana pertumbuhan DBP tidak bertambah lagi.3
Pada hambatan pertumbuhan intrauterin terutama pada kehamilan yang berlatar belakang hipertensi sering disertai oleh oligohidramnion. Oligohidramnion bisa berakibat tali pusat terjepit dan kematian janin dapat terjadi dengan tiba-tiba. Oleh sebab itu penilaian volume cairan ketuban perlu dipantau dari minggu ke minggu dengan pesawat ultrasonografi. Penilaian volume cairan ketuban dengan ultrasonografi bisa dengan cara mengukur kedalaman cairan ketuban yang paling panjang pada satu bidang vertikal atau bisa juga dengan cara menghitung indeks cairan ketuban. Pada cara pertama, jika kedalaman cairan ketuban yang terpanjang kurang dari pada 2 cm, adalah merupakan tanda telah ada oligohidramnion dan janin sedang mengalami kegawatan, kehamilan perlu segera diterminasi. Sebaliknya kalau panjang kolom terpanjang dari cairan ketuban berukuran >8 cm merupakan tanda telah ada polihidramnion. Pada cara kedua, uterus dibagi kedalam 4 kuadran melalui bidang sagital dan vertikal yang dibuat keduanya melalui pusat. Kolom cairan ketuban yang terpanjang dari tiap kuadran dijumlahkan.. Bila penjumlahan panjang kolom cairan ketuban itu <5 cm, merupakan tanda telah ada oligohidramnion. Bila panjangnya berjumlah  antara 18 sampai 20 cm, merupakan tanda telah ada polihidramnion.9
 Dengan ultrasonografi dapat pula dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui kesejahteraan janin yaitu dengan memeriksa nilai profil atau tampilan biofisik janin yang dipandang lebih baik untuk memantau kesehatan janin karena meliputi pemeriksaan beberapa variabel janin bersama-sama. Pemeriksaan profil biofisik janin meliputi pemeriksaan atau penilaian terhadap 5 variabel yaitu gerakan pernapasan, tonus otot, gerakan tubuh, volume cairan ketuban, dan penilaian reaktivitas jantung janin (dipakai non-stress test) dengan kardiotokografi. Setiap variabel yang normal dinilai 2, dan variabel yang tidak normal dinilai 0. Nilai  ³ 8 tanpa oligohidramnion berarti janin masih dalam keadaan baik.
Pemeriksaan Doppler velosimetri arteria umbilicalis bisa mengenal adanya pengurangan aliran darah dalam tali pusat akibat resistensi vaskuler dari plasenta. Pada kelompok dengan rasio S/D (systolic and diastolisc ratio) yang tinggi >3 terdapat angka kesakitan dan kematian perinatal  yang tinggi dan karenanya dianggap adalah indikasi untuk terminasi kehamilan.
Dengan ultrasonografi dapat pula ditemukan kelainan atau malformasi kongenita tertentu yang sering terdapat bersama-sama dengan hambatan pertumbuhan intrauterin.

Pemantauan kegiatan kerja jantung janin
Bilamana diagnosis hambatan pertumbuhan intrauterin telah dapat ditegakkan, maka keadaan kesehatan janin perlu dipantau. Nasib janin tergantung kepada penyebab dari hambatan pertumbuhan intrauterin. Bila hambatan pertumbuhan intrauterin itu berlatar belakang kekurangan gizi disebabkan kurang makan atau hambatan pertumbuhan intrauterin itu karena ibu merokok jarang sekali bisa menyebabkan kematian janin. Sebaliknya bila hambatan pertumbuhan intrauterin berlatar belakang hipertensi atau sebab-sebab lain yang bisa berakibat insufisensi fungsi plasenta kematian janin sangat mungkin akan terjadi. Untuk maksud ini dilakukan pemeriksaan contraction stress test (CST) atau uji beban kontraksi setiap minggu dengan menginfus oksitosin atau merangsang puting susu ibu untuk membangkitkan kontraksi pada uterus. Pemeriksaan non-stress test (NST) atau uji tanpa beban dua kali seminggu  dikatakan lebih baik lagi untuk memantau kesehatan janin terlebih bila bersama dengan pemeriksaan profil atau tampilan biofisik janin yang dilakukan  setiap minggu. Bila pada CST terdapat deselerasi lambat yang persisten atau pada NST terdapat rekaman non-reaktiv pada setiap ada gerakan janin menandakan janin berada dalam keadaan bahaya hipoksia.

Uji biokimiawi
Beberapa macam pemeriksaan biokimiawi darah ibu mempunyai korelasi yang baik dengan berat janin dan plasenta seperti estradiol bebas,  hPL (human placental lactogen), dan SP1. Pemeriksaan ini tak lain adalah pemeriksaan fungsi plasenta yang terutama bermanfaat untuk mengetahui kesehatan janin pada keadaan maternal yang patologik yang telah disertai oleh insufisiensi fungsi plasenta dimana produksi bahan-bahan tersebut oleh plasenta semuanya semakin berkurang.2,3  Pemeriksaan kadar AFP (alfa-feto protein) serum ibu dalam kehamilan berusia sekitar 16 minggu memperlihatkan bahwa nilai tinggi sampai lebih dari pada dua kali lipat nilai rata-rata sering kali akan disertai oleh kelahiran preterm atau kemudian berkembang menjadi hambatan pertumbuhan intrauterin. Ini misalnya terjadi pada kasus dengan solusio plasenta dini (± pada kehamilan 16 minggu) yang menyebabkan perembesan AFP janin kedalam darah maternal sehingga kadarnya dalam darah ibu menjadi tinggi. Kerusakan plasenta kemudiannya dapat menyebabkan hambatan pada pertumbuhannya yang pada ujungnya berakibat kepada pertumbuhan janin.2

PENANGANAN

Berhubung berbagai komplikasi bisa terjadi pada fetus atau neonatus yang menderita hambatan pertumbuhan intrauterin perlulah kehamilan/persalinan  yang berisiko tinggi untuk itu ditangani oleh satu tim perinatologi yang berpengalaman dirumah sakit/pusat rujukan tertier. Penanganan kehamilan berisiko tinggi yang demikian menghendaki dilakukannya beberapa prinsip dasar berikut.

Deteksi dini

Deteksi dini kasus-kasus berisiko tinggi akan hambatan pertumbuhan intrauterin perlu sekali dikerjakan karena akan memberi cukup waktu untuk merencanakan dan melakukan sesuatu intervensi yang diperlukan atau membuat rencana kerja sebelum terjadi kerusakan pada janin. Perlu perhatian yang serius dan kalau perlu membuat uji yang diperlukan pada pasien hamil risiko tinggi seperti hipertensi, ibu perokok atau peminat alkohol atau narkoba, keadaan gizi jelek karena malnutrisi, ibu dengan penambahan berat tubuh yang minimal dalam kehamilan, pernah melahirkan bayi dengan hambatan pertumbuhan intrauterin atau kelainan kongenita, diabetes, anemia, dsb.

Menghilangkan faktor penyebab
. Gizi wanita hamil lebih bergantung kepala jumlah kalori yang masuk dari pada komponen kalori itu sendiri. Wanita hamil perlu mengkonsumsi 300 kalori lebih banyak dari pada yang dikonsumsinya sebelum hamil dengan kandungan protein 1,5 gram/kg per hari. Dengan demikian penambahan berat badan waktu dalam kehamilan pada keadaan normal bisa dicapai 12 sampai 16 kg. Obat-obat yang mengandung vitamin ganda dan kaya akan zat besi yang khusus untuk kehamilan walaupun tidak diperlukan setiap wanita hamil perlu dipertimbangkan untuk diberi. Kurang gizi, merokok, alkohol, dan penyalah-gunaan obat-obatan dsb perlu dilenyapkan terutama dalam masa hamil. Demikian juga dengan narkoba. Mereka yang terlanjur kecanduan direhabilitir. Jika wanita hamil itu menderita penyakit paru atau jantung kronik kepadanya perlu diberikan oksigen sepanjang kehamilan. Wanita yang mengalami gangguan resorbsi pada saluran pencernaan dan menyebabkan malnutrisi diberikan total parentral therapy selama kehamilan. Penderita diabetes perlu diusahakan tetap dalam keadaan euglikemia sepanjang masa hamil.

Meningkatkan aliran darah ke uterus

Pada keadaan sistem vaskuler berdilatasi maksimal jumlah darah yang mengalir kedalam uterus berbanding langsung dengan tekanan darah maternal. Semua pekerjaan fisik lebih-lebih yang berat akan mengurangi jumlah darah yang mengalir ke dalam uterus dan akan lebih memberatkan keadaan janin yang telah menderita hambatan pertumbuhan intrauterin. Oleh karena itu semua pekerjaan fisik ibu terutama pekerjaan fisik yang berat harus dilarang pada kehamilan dengan hambatan pertumbuhan intrauterin. Untuk meningkatkan jumlah darah yang mengalir kedalam uterus kepada wanita hamil dengan hambatan pertumbuhan intrauterin dianjurkan beristirahat baring saja untuk sebagian terbesar waktunya dalam 24 jam, optimalnya rebah kekiri. Cuti hamil perlu diberikan lebih awal pada semua wanita hamil penderita hipertensi dan hambatan pertumbuhan intrauterin. Kerja berat dihindari terutama pada ibu hamil dengan hipertensi dimana sistem vaskulernya telah terganggu. Pemberian antihipertensi pada wanita hamil dengan hipertensi akan lebih mengurangi jumlah aliran darah ke plasenta, sebab itu tidak diberikan, kecuali kalau keadaan ibu terancam, misalnya pada hipertensi yang berat.

Melakukan fetal surveillance antepartum
Sebelum melaksanakan program fetal surveillance yang intensiv perlu diperhatikan bahwa janin tidak dalam keadaan cacat kongenita misalnya trisomi yang sering bersama dengan hambatan pertumbuhan intrauterin simetri yang berat. Jika terduga ada keadaan yang demikian lebih dahulu perlu dibuatkan kariotip janin untuk konfirmasi. Cairan ketuban (diperoleh melalui amniosentesis) atau darah tali pusat (diperoleh melalui kordosentesis) dapat dipakai untuk pemeriksaan kariotip janin. Program surveillance antepartum sudah boleh dimulai pada usia kehamilan 24 minggu bila diagnosis hambatan pertumbuhan intrauterin telah ditegakkan. Sayangnya diagnosis biasanya baru diketahui pada usia kehamilan yang jauh lebih tua.Beberapa uji penilaian yang perlu dikerjakan sampai kehamilan diterminasi adalah uji tanpa beban untuk memonitor reaktivitas jantung janin (2x seminggu), pengurangan volume cairan ketuban (oligohidramnion) dan hambatan pertumbuhan kepala dengan memantau pertumbuhan DBP dengan ultrasonografi setiap minggu.  Disamping itu bila perlu dilakukan penilaian kesehatan janin melalui pemeriksaan-pemeriksaan profil biofisik, Doppler velosimetri aliran darah arteri umbilikalis, dan pemeriksaan gas darah janin.2

Uji tanpa beban

Menurut Hammacher (1968) fetus bisa dianggap sehat, terutama sekali bila gerakan-gerakan reflek disertai oleh peningkatan yang jelas dari amplitudo osilasi dan frekuensi denyut jantung. Sekarang oleh mayoritas penyelidikan disepakati bahwa hasil uji tanpa beban yang menghasilkan akselerasi 15 beat per menit atau lebih yang berlangsung paling tidak selama 15 detik sebanyak 2 kali atau lebih dalam tempo 20 menit pengamatan dianggap normal atau disebut rekaman yang reaktiv.2,10  Jika pada uji tanpa beban yang dilakukan setiap minggu tidak terdapat rekaman yang reaktiv, maka langkah berikut adalah melakukan uji beban kontraksi.

Uji beban kontraksi

Uji beban kontraksi dibuat untuk mendeteksi kekurangan suplai oksigen uteroplasenta yang sampai ke fetus selama uterus berkontraksi. Menurut Poseiro dkk bila kontraksi uterus menyebabkan kenaikan tekanan intrauterin melebihi 30 mm Hg, tekanan di dalam miometrium akan melebihi  tekanan di dalam arteri dan darah yang mengandung oksigen tidak lagi bisa masuk ke dalam ruang intervillus. Dalam pada itu metabolisme berlangsung terus sehingga Po2 menurun dalam tubuh janin. Janin yang tidak mempunyai cadangan oksigen yang cukup akibat fungsi plasenta yang insufisien akan mengadakan kompensasi dengan mengatur darah agar lebih baik ke organ-organ vital seperti jantung dan otak melalui 2 macam mekanisme yaitu 1) mekanisme refleks otonom yang telah berkembang sejak usia kehamilan masih dini bila ada hipoksi ringan, dan 2) mekanisme depressi miokardial langsung yang baru berkembang pada usia kehamilan lanjut bila telah ada asidosis. Sebagai akibatnya melalui mekanisme kemoreseptor dan baroreseptor terjadi bradikardia selama kekurangan suplai oksigen sebagai respons dari nervus vagus. Penurunan Po2 merangsang kemoreseptor dalam arteria karotis. Kemoreseptor yang terangsang merupakan mekanisme  dengan mana Susunan Syaraf Otonom mengirim pesan kepada otak kecil (brainstem)   untuk mengatur ulang distribusi pengaliran darah yang lebih banyak ke organ-organ vital seperti otak dan jantung. Otak kecil berespon dengan perangsangan a-simpatik yang menyebabkan vasokonstriksi pada sistem arteri periferi yang rendah resistensinya dan terjadilah hipertensi arterial sistemik. Baroreseptor bereaksi dengan mengirim impuls melalui ujung syaraf afferen ke otak kecil dan dari sana melalui ujung syaraf efferen merespon nervus vagus dan terjadi bradikardia. Bradikardia akan berlangsung terus selama suplai oksigen masih dibawah nilai kritis yaitu pada Po2 17 sampai 18 mm Hg yang pada nilai itu keatas kemoreseptor tidak lagi terangsang. Episoda bradikardia ini terekam sebagai deselerasi lambat pada kardiotokografi. Bila Po2 menetap dibawah nilai kritis deselerasi lambat menjadi persisten dan uji beban kontraksi disebut positiv. Bila kadar oksigen berfluktuasi antara normal dan rendah, deselerasi lambat menjadi intermiten dan uji beban kontraksi disebut meragukan.11
Untuk menimbulkan kontraksi uterus yang cukup kuat sehingga terjadi efek seperti tersebut diatas dan memenuhi syarat untuk uji beban kontraksi (Contraction Stress Test atau CST) dapat diperoleh dengan beberapa cara, misalnya dengan 1) merangsang puting susu ibu (disebut Nipple Stimulation Test atau NST), 2) memberi infus larutan encer oksitosin  (disebut Oxytocin Challenge Test atau OCT), atau 3) dalam masa partus dimana telah ada his spontan . Pada OCT  pasien diberi infus larutan encer oksitosin (10 unit oksitosin dalam 1000 ml cairan penghantar seperti larutan Ringer laktat). Dengan demikian setiap 2 tetes larutan mengandung 1mU oksitosin. Dimulai dengan kecepatan 1 sampai 2 mU (2 sampai 4 tetes) per menit yang secara bertahap tiap 15 menit dinaikkan sampai terdapat tiga his dalam 10 menit. Bila pada rekaman terdapat deselerasi lambat yang persisten berarti janin dalam keadaan hipoksia akibat dari insufisiensi fungsi plasenta. Uji beban kontraksi memakan waktu yang lama dan mempunyai pengaruh yang memberatkan hipoksia pada janin. Kedua hal ini tidak terdapat pada uji tanpa beban.

Volume cairan ketuban

Dengan ultrasonografi dapat diketahui adanya oligohidramnion maupun polihidramnion. Penentuan volume cairan ketuban setiap minggu akan memberi bantuan dalam menilai situasi janin dalam kandungan (lihat di atas).

Pengukuran DBP Secara Serial

Pengukuran pertumbuhan DBP setiap minggu dilakukan untuk memantau kemungkinan ancaman disfungsi Susunan Syaraf Pusat yang terjadi bilamana pertumbuhan DBP terhenti. Pertumbuhan DBP yang tidak bertambah lagi merupakan indikasi terminasi kehamilan.2

Biophysical Profile (BPP)
Tampilan biofisik atau biophysical profile dapat diserupakan dengan upaya menghitung nilai Apgar pada janin yang belum lahir. Parameter yang dinilai dalam uji ini adalah gerakan pernapasan, tonus otot, gerakan tubuh, volume cairan ketuban (semuanya diamati melalui pesawat ultrasonografi) dan NST (dengan pesawat kardiotokografi atau fetal heart rate monitoring). Setiap parameter yang normal diberi nilai 2, dan bila abnormal nilainya 0. Janin yang memperoleh nilai 8 tanpa oligohidramnion berarti aman karena sangat kecil risiko mengalami kematian perinatal (< 1 per 1000) dalam waktu satu minggu.  Nilai 6 sekalipun tanpa oligohidramnion diterminasi atas indikasi janin.12,13


Parameter biofisik
Normal (nilai = 2)
Abnormal (nilai = 0)
Gerakan pernapasan
> 1 episoda gerakan yang berlangsung > 30 detik dalam 30 menit observasi
Tidak ada gerakan atau tidak ada episoda yang berlangsung > 30 detik dalam 30 menit observasi

Gerakan tubuh
2 atau lebih episoda gerakan tubuh/tungkai dalam 30 menit obsrvasi (episoda gerakan yang bersambung dinilai sebagai satu gerakan tunggal)

<2 episoda gerakan tubuh/tungkai dalam 30 menit masa observasi
Tonus otot janin
minimal 1 episoda ekstensi aktiv dan kembali fleksi dari tungkai atau badan . Membuka dan menggenggam tangan dianggap tonus normal

Ekstensi lambat dan kembali fleksi parsial, ekstensi penuh,tidak ada gerakan, atau tangan separuh terbuka
Non-stress Test reaktiv
> 2 episoda ekselerasi dari >15 beat per menit yang berlangsung > 15 detik pada waktu janin bergerak dalam 20 atau 30 menit masa observasi

< 2 episoda akselerasi atau akselerasi > 15 beat per menit dalam 20 atau 30 manit masa observasi
Volume cairan ketuban
> 1 kantong cairan setebal 2 cm pada pengukuran vertikal
Kantong terbesar berukuran < 2cm dalam pengukuran vertikal

Terminasi kehamilan lebih awal
Berhubung pemantauan janin dengan program fetal surveillance belum mencapai tingkat kesempurnaan yang pasti dan sebagian bayi-bayi yang lahir rusak kesehatannya atau meninggal akibat penderitaan intrauterin, maka sebaiknya janin dengan hambatan pertumbuhan intrauterin dilahirkan lebih awal dipusat pelayanan perinatal.  Bila semua hasil pemeriksaan fetal surveillance normal terminasi kehamilan yang optimal dilakukan pada usia kehamilan 38 minggu. Jika serviks matang dilakukan induksi partus. Sebaliknya bila hasil fetal surveillance menjadi abnormal dalam masa pemantauan sebelum mencapai usia kehamilan 38 minggu, kematangan paru janin perlu dipastikan dengan pemeriksaan rasio lesitin/sfingomielin air ketuban. Bila ternyata paru-paru janin telah matang (rasio L/S ≥ 2 atau lebih) terminasi kehamilan dilakukan bila terdapat 1) uji beban kontraksi positiv, 2) oligohidramnion, 3) DBP tidak bertambah lagi yang berarti otak janin berisiko tinggi mengalami disfungsi.2
Bagaimana dengan fetus yang masih preterm ?
Pada umumnya hambatan pertumbuhan intrauterin pada janin yang masih dalam usia preterm tidak ada sesuatu tindakan tertentu yang dapat memperbaiki keadaan. Dalam penanganannya pertama perlu dipastikan bahwa janin tidak mempunyai kelainan kongenita yang berat seperti trisomi dan sebagainya untuk menghindari intervensi/bedah sesar yang tidak perlu. Bila kelainan kongenita ini tidak ada, ibu hamil dengan hambatan pertumbuhan intrauterin yang berat segera dirawat nginap, istirahat baring, berikan makanan yang bernilai gizi tinggi, dan lakukan fetal surveillance. Paling bagi hambatan pertumbuhan intrauterin yang berlatar belakang kurang gizi ibu, ibu perokok atau peminum atau peminat narkoba, penghentian kebiasaan buruk ini dan perbaikan gizi disertai banyak istirahat baring akan bisa memperbaiki pertumbuhan janin sekaligus sebagai upaya mengurangi risiko lahir preterm. Menurut teori dan hasil suatu penelitian pemberian aspirin dosis rendah sejak awal sebagai terapi anti trombosit akan mencegah pembentukan trombosis uteroplasenta, infark pada plasenta, maupun hambatan pertumbuhan intrauterin idiopati pada wanita dengan riwayat hambatan pertumbuhan intrauterin berat. Pada umumnya terminasi kehamilan pada fetus dengan hambatan pertumbuhan intrauterin berat dan preterm adalah lebih menguntungkan dari pada membiarkan kehamilan yang demikian berlangsung berlama-lama karena biasanya fetus yang demikian sudah cukup matang untuk dapat hidup jika 1) persalinan dapat berlangsung cepat dan tidak berlama-lama dan membiarkan risiko gawat bertambah, 2) tersedia monitoring yang ketat dalam masa persalinan untuk mencegah memburuknya keadaan atau persalinan diselesaikan dengan bedah sesar, 3) perawatan intensiv harus segera dimulai sejak neonatus lahir.2,3

Monitoring intrapartum
Dalam persalinan perlu dilakukan pemantauan terus menerus sebab fetus dengan hambatan pertumbuhan intrauterin mudah menjadi hipoksia dalam masa ini. Oligohidramnion bisa menyebabkan tali pusat terjepit sehingga rekaman jantung janin menunjukkan deselerasi variabel. Keadaan ini diatasi dengan memberi infus kedalam rongga amnion (amnioinfusion). Pemantauan dilakukan dengan kardiotokografi kalau bisa dengan rekaman internal pada mana elektroda dipasang pada kulit kepala janin setelah ketuban pecah/dipecahkan dan kalau perlu diperiksa pH janin dengan pengambilan sampel darah pada kulit kepala. Bila pH darah janin < 7,2  segera lakukan resusitasi intrauterin kemudian disusul terminasi kehamilan dengan bedah sesar. Resusitasi intrauterin dilakukan dengan cara ibu diberi infus (hidrasi maternal), merebahkan dirinya kesamping kiri, bokong ditinggikan sehingga bagian terdepan lebih tinggi, berikan oksigen dengan kecepatan 6 liter/menit, dan his dihilangkan dengan memberi tokolitik misalnya terbutalin 0,25 mg subkutan.

Perawatan intensiv bayi baru lahir
Perawatan neonatus dengan hambatan pertumbuhan intrauterin tidak kalah pentingnya. Segera setelah lahir tali pusatnya diklem dan dipotong untuk mencegah lebih banyak darah masuk kedalam tubuh neonatus hal mana akan berakibat neonatus menderita sindroma hiperviskositas polisitemik.
Bila ternyata telah terjadi pengeluaran mekonium selagi dalam rahim, segera lakukan penyedotan cairan ketuban dengan intubasi trakhea untuk mencegah lebih banyak mekonium masuk kedalam jalan napas. Tindakan ini akan mengurangi beratnya sindroma aspirasi mekonium yang telah terjadi. Jika neonatus mengalami hipoksia dan gawat, segera lakukan resusitasi  dengan memasang intubasi, bantuan pernapasan buatan, oksigen, masase jantung, infus, dan bila perlu diberikan epinefrin dan bikarbonas natrikus untuk menetralisir asidosis. Kemudian perlu segera dicarikan faktor yang malatar belakangi kegawatan janin, apakah ada kelainan kongenita, atau infeksi intrauterin, dsb; semua ini perlu segera dilayani menurut semestinya. Kalau ada sindroma hiperviskositas, lakukan phlebotomi atau tukar plasma. Kadar glukosa darah janin dalam beberapa jam setelah lahir perlu dimonitor untuk mendeteksi adanya hipoglikemia dan mengatasinya. Pada kadar glukosa dibawah 40 mg/100 ml darah perlu diberikan glukosa parentral. Suhu badan perlu dipertahan jangan sampai turun dibawah 350 C untuk meminimalkan metabolisme dan mencegah konsumsi oksigen yang berlebihan. Plasenta yang umumnya juga kecil perlu diperiksa dengan teliti, kalau perlu kariotip plasenta juga diperiksa. Pemantauan  jangka panjang terhadap bayi ini perlu dilakukan untuk mengevaluasi keberhasilan pelayanan  dan kemajuan kesejahteran anak.

PERKEMBANGAN BAYI YANG LAHIR DENGAN

HAMBATAN PERTUMBUHAN INTRAUTERIN

Pertumbuhan dikemudian hari dari bayi-bayi yang lahir dengan hambatan pertumbuhan intrauterin tidak dapat diramalkan dengan pasti berdasarkan ukuran-ukuran antropometri pada waktu lahir. Pada umumnya bayi yang seluruh tubuhnya kecil dari pada semestinya yang dikenal dengan hambatan pertumbuhan intrauterin simetri akan mengalami pertumbuhan yang lambat sampai usia 5 tahunan2,3, dan bayi dengan hambatan pertumbuhan intrauterin asimetri akan dapat bertumbuh sesuai bayi normal. Jelasnya, bayi yang berat badannya berkurang dapat diharapkan bertumbuh normal, tetapi jika ukuran tinggi badannya yang mengalami hambatan dalam pertumbuhannya ketika dalam rahim maka bayi itu akan tetap tumbuh kecil. Tapi jangan lupa bahwa jenis kelamin dan ukuran orang tuanya berpengarush pada besar anak.1
Perkembangan neurologi dan intelektual dari bayi-bayi yang lahir dengan hambatan pertumbuhan intrauterin pada umumnya tidak suram walaupun tidak dapat diramalkan dengan pasti.Menurut laporan Vohr dkk (1979) bayi-bayi dengan hambatan pertumbuhan intrauterin prematur mempunyai kondisi yang serupa seperti bayi-bayi preterm dengan berat badan lahir yang wajar pada usia 1,5 sampai 2 tahun. Demikian juga pada perkembangan selanjutnya bayi-bayi preterm dengan hambatan pertumbuhan intrauterin diharapkan akan mendukung keyakinan bisa bertumbuh dengan baik1  dan mempunyai prognosis jangka panjang yang baik meskipun secara individu mungkin ada diantaranya yang menderita gangguan/kekurangan  kesehatan yang tersisa.3



KEPUSTAKAAN

  1. Cunningham FG. MacDonald PC. Gant NF. Leveno KJ. Gilstrap II LC. Williams Obstetrics. USA : Prentice-Hall International Inc, 1993 : 853 - 82.
  2. Spellacy WN. Fetal Growth Redardation. In Scott JR. Di Saia PJ. Hammond CB. Spellacy WN.  Danforth’s Obstetrics & Gynecology. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins, 1999 : 279 - 84.
  3. Spellacy WN. Intrauterine Growth Retardation. In Eden RD. Boehm FH. Assessment and Care of the Fetus. USA : Prentice-Hall International Inc, 1990 : 643 - 48.
  4. Finnegan LP. Drugs and other substance abuse in pregnancy. In Leo Stern. Drug use in pregnancy. Sydney : ADIS Health Science Press, 1984 : 148 - 170.
  5. Hill RM. Tennyson LM. Drug-induced Malformations in Humans. In Leo Stern. Drug use in pregnancy. Sydney : ADIS Health Science Press, 1984 : 99 - 126.
  6. Llusia JB. Placental insufficiency Syndrome. In Aladjem S. Brown AK. Sureau C. Clinical Perinatology. St.Louis : The CV Mosby Company, 1980 : 257 - 76.
  7. Aladjem S. Morphologic aspects of placental function. In Aladjem S. Brown AK. Sureau C. Clinical Perinatology. St.Louis : The CV Mosby Company, 1980 : 284 - 92.
  8. Hobbins JC. Winsberg F. Berkowitz RL. Ultrasonography in Obstetrics and Gynecology. Baltimoe : Williams & Wilkins, 1983 : 34 - 44.
  9. Doubilet PM. Benson CB. Ultrasound Evaluation of Amniotic Fluid. In Callen PW. Ultrasonography in Obstetrics and Gynecology. Philadelphia : WB Sounders Company, 1994 : 475 - 84.
  10. Devoe LD. The Nonstress Test. In  Eden RD. Boehm FH. Assessment and Care of the Fetus. USA : Prentice-Hall International Inc, 1990 : 365 - 80.
  11. Freeman RK. Lagrew DC. The Contraction Stress Test. In  Eden RD. Boehm FH. Assessment and Care of the Fetus. USA : Prentice-Hall International Inc, 1990 : 351-61.
  12. Manning FA. Harman CR. The Fetal Biophysical Profile. In Eden RD. Boehm FH. Assessment and Care of the Fetus. USA : Prentice-Hall International Inc, 1990 : 385 - 94.
  13. Tongsong T. Antepartum fetal testing for developing countries. Journal of Paediatrics, Obstetrics & Gynecology 1999 ; 25 : 25 - 32.

0 comments:

Post a Comment